Senin, 12 November 2012

Terlambat

   
    Di sebuah taman dengan ditemani rinai hujan dan ramainya deru kendaraan, seorang lelaki perawakan tegap dan karismatik sedang memayungi gadis berseragam putih abu-abu yang sedang berderai air mata. Tubuh gadis itu basah kuyup, bibirnya pucat dan pipinya tak bersemu merah lagi. Lelaki itu kemudian tunduk berlutut dan meletakkan payungnya di tanah.
    “Maafkan aku”, ucapnya dan menggamit tangan Wanda. Ia tak tahu sudah yang keberapa kalinya kata itu terucap. Tapi memang benar, hanya kata maaflah yang mampu menebus semua kesalahan yang mungkin takkan termaafkan begitu saja.
    Wanda masih bungkam, tapi air matanya tumpah menyeruak. Dadanya terasa sesak. Hatinya sangat sakit. Seluruh tubuhnya gemetaran. Rasanya sebentar lagi Ia akan terduduk jatuh karena tak mampu menahan semuanya. Mungkin inilah cinta. Ketika kita melepaskan orang yang kita cintai pasti Ia akan kembali jika memang orang itu untuk kita.
    Wanda kembali mengusap air matanya pelan. Ia sebenarnya sudah rela melepaskan Fiko sejak 3 tahun yang lalu, tetapi mengapa pria itu kembali lagi untuk meminta hatinya? Ia tak tahu. Yang jelas, rasa cintanya pada pria itu sudah lenyap.
    “Apa yang membawamu kembali, ko?”, ungkap Wanda akhirnya.
    “Aku merasakan cinta ketika kamu tak ada”. Fiko menatapnya dalam.
    “Sudahlah. Semuanya sudah sangat terlambat”, ucap Wanda dan menghempaskan tangan pria itu.
    Fiko terdiam. Ia tahu betul ini utuh kesalahannya, Ia pun tak tahu bagaimana Ia harus menebus semuanya.
    “Aku pulang dulu”, pamit Wanda.
    “Biar aku antar”
    “Ga perlu. Aku bisa sendiri”.
    Wanda berjalan cepat meninggalkan Fiko di taman menuju tempat pemberhentian bus. Tak lama busnya pun datang.
    Sepanjang perjalanan, Wanda masih memikirkan kejadian tadi. Dari cara Fiko menatapnya, sampai cara Fiko menuturkan semuanya. Ia melihat pria itu juga terluka. Andai saja Fiko melakukan semuanya 3 tahun yang lalu, Ia pasti akan sangat bahagia.
    Rasa cinta tak terbalaskan. “Ya, Fiko tak pernah membalas rasa cintaku. Memperdulikanku saja tidak pernah”, gumamnya dalam hati. Terlambat. Fiko sudah sangat terlambat untuk menyadari semuanya. Kini hanya sebuah penyesalan besar yang bisa Fiko rasakan.

0 komentar:

Posting Komentar

© 2013 Faisyah Febyola : )

Powered by Blogger