Minggu, 13 Januari 2013

Adakah Kebetulan yang Seindah Ini? (END)

Cerita Sebelumnya: Adakah Kebetulan yang Seindah Ini?



    Malam ini aku tidak bisa tidur. Setelah kegiatan yang mengguncang dan menyerap seluruh energiku hari ini, ternyata “dia” semakin membuatku sulit. Pertemuan itu. Pertemuan sebanyak dua kali dalam sehari. Aku tidak berusaha meyakinkan diriku bahwa itu sebuah kebetulan. Sungguh aku berusaha mempercayai takdir, meskipun terkadang takdir itu justru sulit dipercayai karena keanehannya. Namanya saja takdir, tentu bukan kemampuan manusia untuk membacanya, itu hanya milik dan rahasia Tuhan.
   
    Yang aku pikirkan adalah, mengapa aku harus merasakan desiran hebat di hati ketika melihatnya sebanyak dua kali. Dan mataku tak ingin lekang olehnya. Wajahnya yang kini berada di langit-langit kamarku. Wajah ovalnya yang tegas. Hidung yang sangat mancung. Rahang yang mencuat keluar. Alisnya yang tebal dan hampir bersambung.  Dan yang terakhir mata itu, sebuah mata hitam pekat dan bulu mata yang sangat lentik dan tebal. Sempurna. Layaknya keturunan Arab.
   
    Aku berusaha menghindar dengan cara menutup mata, tapi malah Ia menari-nari di pelupuk mataku dan semakin nyata. Sungguh Ia sudah seperti hantu yang membayangiku kemana-mana. Dan bukan hanya itu, sepertinya sekarang Ia sudah menghisap semua oksigen yang ada di kamar hotel ini, membuatku sulit mengambil napas—sangat sesak.
   
    Tiba-tiba suara tawa yang renyah itu kembali terdengar dan membuat bulu romaku berdiri. Mungkin dia benar-benar hantu. Perutku terkocok mendengarnya.

    Aku berusaha untuk tertidur.

                                                                                              ***
   
    Ini adalah hari kedua, dan besok pagi aku akan pulang kembali ke Makassar. Hari sabtu dan tentunya malam minggu. Malam anak muda katanya. Dan sepertinya aku akan pergi sendirian saja hari ini dan menghabiskan waktu malam mingguku hingga pukul sepuluh malam nanti.
   
    Tujuanku pagi ini adalah Mal Mandonga—Mal yang lebih mirip pasar grosir Tanah Abang Jakarta. Aku ingin berbelanja sedikit untuk ole-ole. Hari ini sebenarnya membuatku malas kemana-mana karena hujan. Tapi lebih tidak bergunalah kedatanganku kesini jika hanya untuk bermalas-malasan saja.
   
    Derasnya hujan, membuat semua orang berbondong-bondong masuk ke dalam Mal dan urung untuk beranjak dan semakin padatlah tempat ini. Aku berjalan dengan cepat ke arah dalam. Ketika sudah sedikit lenggang, aku mulai melambatkan langkahku dan melihat-lihat baju.
   
    Waktu merangkak dengan sangat cepat. Tak terasa langit sudah bersemburat jingga. Sang matahari hamper meninggalkan peraduannya. Masih agak gerimis. Kulambaikan tangan pada taksi yang lewat.
   
    “Lippo Plaza, pak”, kataku cepat ketika sudah berada dalam taksi.
   
    Taksi melaju menuju Lippo Plaza Kendari—salah satu Mal yang baru saja dibangun di kota ini. Lippo—begitu panggilan akrabnya—sangat ramai di waktu malam minggu seperti ini, buktinya, untuk masuk saja sampai macet. Mungkin sebabnya karena Mal ini masih baru. Daripada mengantri dengan mobil lain, aku memilih turun dan setengah berlari ke pintu masuk karena hujannya deras.
   
    Sudah pukul setengah delapan malam. Perutku terasa perih, sepertinya maagku mulai kambuh karena tidak makan sejak siang tadi. Kakiku yang mulai lemas membawaku duduk di sebuah food court. Aku memesan sepiring spaghetti Bolognese.
   
    Setelah perutku terisi, aku beranjak dari food court dan berkeliling-keliling. Belum banyak toko di dalam Mal ini, jadi untuk berbelanja juga sedikit enggan karena pilihan yang terbatas.
   
    Semakin malam, hiruk-pikuk pasangan dan gerombolan semakin ramai, mungkin karena sebentar lagi Mal ini tutup—tutupnya jam sepuluh malam. Aku yang berjalan sendiri seperti seekor tikus yang tak nampak di tengah keramaian. Berjalan luntang-lantung tak tentu arah. Terbayang di benakku jika saja si-cowok-yang-kutemui-kemarin itu ada disini, jadi aku bisa menguntitnya saja. Eh, sebentar, kenapa jadi dia? Pikiranku sepertinya sudah terinfeksi sama dia.
   
    Pukul sepuluh pas. Aku masih terbayang-bayang olehnya diiringi langkah gontaiku menuju pintu keluar. Ketika menunggu pamanku yang katanya akan menjemput, aku bersandar di tembok, melepas semua lelah yang sejak tadi bertumpuk di setiap bagian tubuhku.
   
    Mataku membelalak seketika melihat pemandangan di sebelahku. Cowok itu! Cowok yang kemarin kutemui. Sekarang dia berada di sampingku. Bersandar di tembok yang sama denganku. Jantungku mulai abnormal lagi. Mungkin daya tarik orang ini mengalahkan daya  tarik bumi. Dan aku agak yakin kalau suara jantungku ini bisa kedengaran olehnya. Aku berusaha keras untuk terlihat biasa. Dan kali ini aku tak mau melakukan hal bodoh.
   
    Sekitar lima belas menit kemudian, datang seorang cowok tinggi, putih, dan gemuk. Dia menghampiri cowok di sebelahku dan mereka berjalan bersama meninggalkan sepuing kesal dan sesal di hatiku.
   
    Oh Tuhan! Ini yang ketiga kalinya!, pekikku kegirangan sendiri. Aku segera menegakkan posisi tubuhku ketika mobil pamanku berada di depan pintu masuk Lippo. Aku pergi. Meninggalkan jejakku dan jejaknya yang tetap membekas di sana. Siapa yang salah, mereka tidak saling mengetahui satu sama lain.
   
    Sekarang aku percaya, ini bukan sebuh kebetulan. Meski setiap pertemuan kita mungkin tidak menumbuhkan sebuah harapan, tapi aku tahu, jika saat ini aku merasakannya, suatu saat nanti kamu juga akan ingat dan merasakannya. Ini adalah takdir. Takdir yang mengharuskan aku bertemu denganmu di kota ini. Dalam tiga tempat yang berbeda, di waktu yang berbeda. Dan setiap takdir, mempunyai makna.
   

    Bertemu bukan berarti harus bersama.

                                                                                             TAMAT

4 komentar:

  1. numpang copas kutipan disini... untuk status

    BalasHapus
  2. boleh, tapi jangan lupa sertakan nama saya sebagai penulis aslinya bro.

    BalasHapus
  3. Mbak Faisyah jago banget ya nulisnya. pinter bikin kata kunci yang beda. mantaap. teruskan Mbak.

    BalasHapus
    Balasan
    1. ga jago bang, masih pemula. hehehe sip bang zach

      Hapus

© 2013 Faisyah Febyola : )

Powered by Blogger