Sabtu, 26 Januari 2013

Anganmu, Inginku

    Bel istirahat berbunyi. Langkah ini membawaku ke kelas XI IPA 2. Aku memiliki tujuan ke kelas yang tepatnya berada di samping kelasku ini. Menagih. Bukan menagih utang, tapi menagih bukuku yang sudah seminggu berada dalam hidup Fida—teman seperguruanku sejak masih Sekolah Dasar. Fida memang selalu seperti itu, meminjam dan selalu lupa mengembalikan. Aku kadang geram sendiri dengan kebiasaannya ini.

    Aku berdiri dengan malas di depan pintu kelasnya dan menengok ke dalam.

    “Masuk aja”, ucap seseorang yang sepertinya berada di belakangku.

    Aku membalikkan badan, kudapati seseorang—yang kuketahui namanya Arga—sedang berdiri di sisi lain pintu kelas itu. Aku menarik napas dan melengos masuk menemui Fida di dalam kelas.

    “Siniin cepet!”, aku mengulurkan tanganku tepat di depan wajah Fida dengan ekspresi galak yang kubuat-buat.

    “Nih”, Fida memamerkan cengiran tanpa dosanya padaku sambil menyerahkan sebuah buku yang terbungkus rapi. “Sori ya Nay”, ucapnya polos.

    Aku mendengus. “Sekalian tahun depan aja deh balikinnya” ucapku untuk membuat Fida merasa bersalah.

    “Wets, galak banget sih Non”, ucap seseorang dengan suara bassnya. Arga, yang kini berdiri di samping Fida. Ia memamerkan deretan gigi putihnya. Manis sekali, pekikku dalam hati.

    “Hahahah, emang galak kan ,Ga?”. Fida dan Arga tertawa bersama-sama, memisahkan diriku sebagai tersangkanya.

    “Biar galak tapi manis kok”, kata yang baru saja terlontar dari mulut Arga itu membuat jantungku nyaris berhenti. Aku berusaha mengontrol semua perasaanku yang terlalu senang ini dengan menampilkan ekspresi yang biasa saja. Fida hanya tertawa-tawa, Ia pandai sekali membaca situasi.

    “Iya dong”, ucapku sambil memaksakan tertawa untuk mengalihkan kembali perasaanku. Ketika bel masuk berbunyi aku lalu pergi begitu saja sebelum mereka berdua menggodaku lagi.   
                           
                                                                                    ***
   
    Aku sedikit terkejut dengan tawaran yang diajukan Fida padaku. Sedetik kemudian aku tertawa terbahak-bahak. Fida memutar bola matanya.

    “Ga ada salahnya gitu kalau kamu sama si Arga, kali aja bisa pacaran. Lagian si Arga juga lagi jomblo tuh”, jelas Fida untuk meyakinkan agar aku mau memberikan nomor handphone-ku ke Arga. Tapi aku malah tak kuasa menahan tawaku yang semakin pecah. Fida mulai murka melihatku.
  
    “Yaudah deh, terserah, kasih ajalah, kasian. Hahahhahhah!”

    “Dih, parah nih orang ya. Jadian aja, baru bilang wew”

    Aku terdiam. Mulai memijit pipiku yang mulai terasa sakit karena ototnya yang mengencang. Aku terbayang lagi kejadian kemarin lusa saat Arga mengatakan bahwa aku ini manis. Ah, senyuman itu. Mata putih bersih itu. Hidung mancungnya. Kulit sawo matangnya. Sangat macho. Andai saja suatu saat nanti aku benar-benar bisa menjadi kekasihnya.
                       
                                                                                    ***
   
    Selepas kasus pemberian nomor itu, aku dan Arga menjadi rutin untuk SMS-an. Setiap pulang sekolah hingga kantuk menyapa pada tengah malam. Terkadang, aku malah dibuat enggan untuk menutup malam-malam dengan terlalu indah. Semua perlakuannya membuatku selalu melambung ke angkasa, melupakan segala akal sehat yang menentangku mati-matian.

    Aku sepertinya mulai menyukai Arga. Tapi entahlah dengan Arga, apakah Ia merasakan hal yang sama denganku. Dilihat dari sikapnya, Ia seperti memancingku masuk ke dunianya, merasakan nikmat sesaat yang kukecam dalam hitungan jam. Ada ketidakpuasan dari kepuasan yang terpampang. Ada keinginan besar untuk memilikinya. Tapi sekali lagi aku bertanya, apakah dia menginginkanku?

    Aku mulai tersadar dengan perlakuan yang seolah-olah hanya untuk membuatku tersenyum sesaat. Perlakuan yang tak memiliki niat nyata untuk terwujud dalam konteks “selalu”. Ada harapan, tapi semu. Ingin menggapai tapi apa yang harus kugapai? Mereka tidak pernah benar-benar nampak.

     Aku mulai merasa bahwa Arga tidak pernah benar-benar menginginkanku masuk ke dalam dunianya. Dia hanya seolah menunjukan ketertarikannya padaku, tetapi bukan suatu rasa yang spesial. Penggambarannya lebih tepat sebagai harapan palsu. Memberi tapi tak ada niat. Seperti bermain-main di dalam air tapi tidak bermaksud untuk basah.

    Suatu hari, Arga tidak lagi menghubungiku, tapi aku masih melihatnya di sekolah. Ia juga masih menyapaku seperti biasa dan menggangguku setiap aku pergi ke kelasnya. Aku mulai merasa ini benar-benar hanya permainannya, membuangku ke angkasa dan membiarkanku terjerambap ke tanah hingga seluruh tubuhku remuk.  Rasa bingung, sakit hati, marah, kesal, berkecamuk di dalam dadaku. Kenapa mempermainkanku sejauh ini? Tidakkah dia sedikit peka dengan perasaanku ini?

    Fida bilang, Arga tak pernah menghubungiku lagi karena handphone-nya baru saja hilang dan sampai sekarang Ia belum membeli handphone baru. Tapi, mengapa bukan Arga saja yang bilang langsung padaku? Toh kami setiap hari juga bertemu.

    Hari ke hari, perasaan suka ini pelan-pelan membunuhku. Tapi aku masih saja menunggu. Menunggu sesuatu yang tidak pasti, yang mungkin tak akan pernah hadir untuk menyambutku kembali. Dan bahkan sampai saat ini, sikapnya berbanding terbalik dengan apa yang aku harapkan. Arga terlihat biasa saja tanpaku.

5 komentar:

  1. Cerita ini dibuat karena terinspirasi oleh: Eka Dwi Novitasari :) emang si eka ngirim masukan juga yaa untuk dibuatin crita. dgn judul yg langka [mungkin sangat] mungkin itu tidak terbayang di si eka. hoho ..

    ehh baca bagian atasnya ipa2.. pas nama Fida itu membingungkanku, emang ada ya nama Fida di ipa2.. next baca terus, eh pake nama-nama lain ternyate...

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya, pas nyebar sms tadi, banyak yang minta tapi kebanyakan ga jelas jalan cerita yang di mintain, jadi sy buatkan yang jalan ceritanya sudah jelas diterangkan. dan dalam waktu 2 jam saya selesai. kalau judulnya itu saya yang buat sendiri. seperti biasa, cari yang (mungkin) unik.

      hehhehehhe, kan perumpamaan saja itu kelas ipa 2. namanya juga fiktif ehhehhe

      Hapus
    2. ups... ternyata di atas saya ini dua sejoli? (gosipin ahh, hehe)

      Hapus

© 2013 Faisyah Febyola : )

Powered by Blogger