“Mungkin, waktunya sekarang buat pisah”. Aku meneguk ludahku keras-keras. Aku memberanikan diri mengatakan hal yang tak pernah ingin kukatakan.
Dia menatapku lemah dengan mata nanar. Aku memalingkan wajahku untuk menghindari rasa bersalah yang semakin menusuk ke hati. Tak sepersekian detik, kudengar tarikan nafas yang tertahan. Dan kudapati dia menangis hingga bahunya terguncang hebat. Aku beku.
Sungguh tiada maksud hati menghancurkanmu, karena jika aku melakukannya berarti aku juga sudah menghancurkan diriku sendiri, ucapku dalam hati.
“Kalau misalnya nanti setelah pendidikan kamu dijodohin sama orang tua kamu, aku ikhlas kok”. Suaranya bergetar hebat dan air matanya terus saja mengalir.
“Kamu ngaco deh”, kataku menepis semua pikiran buruknya. Dia hanya menatapku dengan mata sembabnya yang terus dialiri air mata. Aku benar-benar tak kuat melihatnya menangis seperti ini.
Keheningan menyelimuti kami berdua untuk waktu yang terasa sangat lama. Kuperhatikan setiap gerak-geriknya. Mulai menghapus air matanya dan menarik napas dalam-dalam.
“Semoga sukses dan jaga dirimu baik-baik. Aku mencintaimu”. Dia beranjak dari duduknya. Tersenyum padaku. Senyum yang terakhir kalinya mungkin. Mulai berjalan pergi. Aku hanya dapat membuang napasku gusar.
Aku termangu menatap punggung yang berjalan semakin menjauh. Jilbabnya berkelebat dikibas angin. Dan punggung itu kini benar-benar menghilang. Air mata masih menggenang di pelupuk mataku. Aku yang enggan menangis. Ini sebuah pilihan. Dan aku tahu betul apa konsekuensinya. Aku yakin dia tahu betul apa maksudku meminta berpisah darinya.
Hubungan jarak jauh, atau yang gaulnya itu katanya LDR (Long Distance Relationship). Medan-Makassar bukan jarak yang dekat. Dan empat tahun bukan waktu yang cepat. Sangat tak mudah bagiku untuk berhubungan dengannya nanti karena aku akan melanjutkan pendidikan di PIP (Politeknik Ilmu Pelayaran) Makassar. Buat bawa ponsel saja tak boleh, dan lagi waktu keluar hanya saat pesiar Jum'at-Minggu. Tantangannya juga sangat banyak dan pasti tidak mudah. Mulai dari rasa ragu, penasaran, rindu, hingga rasa tidak percaya pun ada. Jujur, sebenarnya aku yang tidak mampu menjalaninya. Karena rindu pastinya. Aku juga tidak tahan dengan rasa ragunya yang sangat besar padaku.
Merasakan hari ini yang terakhir untuk bertemu dengannya membuatku semakin hancur.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
hooammm,, ngatuukkk.
BalasHapuselah chal-_-
Hapushehe :)
Hapusketauan nggak baca tuh Bang Ichal
Hapustertangkap basah si Ical
Hapusabis kena siram, biar ngga ngantuk ngantuk. tapi lanjut aja tidur nya.
Hapussana bobo'. jangan lupa cuci mata dulu. ehh cuci kaki
Hapussebelumnya nyuci leptop, biar bersih dan bisa dipake untuk besok
Hapusnyuci otak juga Ical, bair bersihan dikit
Hapusotakku udah bersih.. kamu aja ntuh. tiap hari pikiran kotor. hoho
Hapussori ya pikiranku selalu bersih :p
Hapuswooo
Hapuswow romantic cerpen jdi pnasaran haha komen back y
BalasHapusselamat membaca:)
Hapusokey udah kok
nggak jauh itu, masih bisa dijangkau dengan telfon siang telfon malam dengan paket murah
BalasHapusFBan juga bisa
HapusBang Zach ngga punya akun FB, twitterpun juga. hoho
Hapussitu punya ga?
Hapusfb dan twitter hanya bikin saya mau nangis
Hapuspasti karna kepedesan
Hapusbukan. kecolok sama pensil. ehh ngetik nggak pake pensil ya
Hapuspake garpu buat ngerok
Hapusngejeans ada ga?
Hapusbener juga tuh :D *nimbrung* .
Hapus.: memberi traffic az Sobat...^_^
BalasHapusmakasih :)
Hapusmasih bisa komuikasi juga tetep terjaga mbak :)
BalasHapusoya done follow.. follback ya ^_^ .
iya juga sih, tapi tetap ga gampang Mbak Tia:)
Hapus