Sabtu, 09 Februari 2013

Topeng [III]

Cerita sebelumnya: Topeng [II]

    Aku memangku daguku sambil menunggu coklat panas yang aku pesan. Hamparan laut lepas terpapar bebas sejauh mata memandang. Angin laut berhembus agak kencang membuat mataku sedikit menyipit agar dapat melihat. Aroma coklat samar-samar menggelitik hidungku. Aku tersenyum membayangkan rasanya yang manis menggerogoti tenggorokanku.
   
    Tepukan di bahu kiriku membuatku menengok ke arah si pemilik tangan. Deri.
   
    “Hai Pris”, sapanya kepadaku. Ia memasang senyum termanisnya. “Sendirian aja? Aku duduk sini ya?”. Tanpa aku persilahkan dia langsung menarik kursi di hadapanku. Aku hanya bisa diam menatap kelakuannya.
   
    “Apa kabar kamu?”. Aku tahu dia sedang berusaha membuka percakapan agar aku tidak terus diam. “Baik”, jawabku sejujur mungkin. Kediaman mulai menyelimuti kami.
   
    “Kemana aja? Baru muncul nih. Ada apa?” pertanyaan ini murni apa adanya. Sejak tadi memang aku ingin menanyakan ini.
   
    “Aku bawa hati”. Dia berucap ringan sekali. Bahkan matanya masih menyorotkan ketenangan. Seseorang yang dulu pergi dan kini kembali dengan membawa sebuah hati. Hatinya? Aku hanya menatapnya penuh kebingungan.
   
    “Aku mau minta hati kamu sebagai pelengkap hatiku ini”, sambungnya. “Would you?”, dia kini menggamit tangan kananku. Digenggamnya erat-erat. Alisku naik sebelah. Jatungku berdebar tak keruan.
   
    “Kamu mau jadi pacarku?”, katanya lagi. Mungkin karena masih melihat ekspresi bingung di wajahku. “Please…” Dan sekarang dia memohon. Aku menatapnya sekali lagi. Menatap jauh ke dalam matanya. Mencari sebuah makna. Apakah benar itu disana? Ketulusan. Dan aku melihatnya. Begitu teduh, dan terlihat pantas untuk dinaungi. “Yes I would”, jawabku  akhirnya.
                                                                      ***   
    Aku duduk di samping Deri. Memainkan ujung kakiku untuk menghilangkan kegugupan. Citra—adik Deri menatapku penuh antusias. Aku hanya tersenyum kaku.
   
    Seorang wanita paruh baya kini duduk di hadapanku dan Deri.
   
    “Dia pacar kamu Der?”. Wanita itu menatapku lurus-lurus. “Dia manis ya. Kamu ga salah pilih”. Wanita itu tersenyum.
   
    “Iya dong, Ma. Deri!!”, ucap Deri antusias. Aku hanya tersenyum. Citra dan Mamanya tergelak.
   
    “Sekolah dimana?”
   
    “Sama kayak Citra kok, Ma. Dia adik kelas aku”, Citra menyambar untuk menjawab.
   
    Mama Deri banyak bertanya padaku. Mungkin sekadar melakukan pendekatan denganku sebagai pacar Deri, anaknya. Deri bilang Mamanya senang denganku.
   
    Setelah ngobrol cukup panjang akupun pamit pulang.

                                                                      bersambung

16 komentar:

© 2013 Faisyah Febyola : )

Powered by Blogger