Minggu, 11 November 2012

Mawar dan Sang Pangeran


        Masih terlalu pagi. Matahari belum menampakkan seluruh dirinya. Udara masih berembun, burung-burung beradu padanya. Aku kerajinan, bangun sangat pagi dan akibatnya harus datang terlalu pagi juga di sekolah. Pukul 06.50. Bisa kuhitung dengan jari murid yang datang pagi itu.

        Aku menyusuri koridor sangat lambat. Tetap mengawasi sekitar dengan ekor mataku. Jujur aku penakut. Pikiranku aneh, terus memikirkan yang tidak-tidak. Aku mencoba rileks dan berharap sudah ada orang di dalam kelasku. Dan benar! Setidaknya ada putri, piket hari ini yang tentunya harus datang lebih awal untuk membersihkan. Aku mengucapkan salam dan menyapanya. Ia tersenyum. Aku tak akrab dengannya, jadi takkan kubuat lagi percakapan yang lebih panjang dan langsung berjalan ke mejaku di pojok kanan kelas.

        Aku terkejut ketika kudapati ada setangkai mawar merah di bangku ku. Dari siapa, pikirku. Aku penasaran karena ini pertama kalinya aku diberikan bunga-something special bagiku. Ingin ku tanyakan pada Putri, tapi aku yakin dia takkan menanggapi banyak. Aku meletakkan tasku di meja dan kuambil mawar itu. Masih segar layaknya baru saja dipetik. Kudekatkan mawar itu ke hidungku, menghirup sedikit keharumannya yang khas. Aku menyukainya. Aku kini mengamankannya dalam laci mejaku.

        Esok hari dan hari-hari berikutnya juga selalu ku temukan setangkai mawar di bangku ku. Tapi, tak hanya mawar merah. Setiap hari warnanya berbeda. Tetap segar dan sewangi yang pertama. Aku selalu merasa spesial. Dan aku semakin menyukai bunga mawar. Tapi permainan ini cukup. Aku tak mau memimpikan seorang pangeran seperti yang ada dalam novel. Aku ingin tahu siapa orang yang membuatku jatuh cinta pada perlakuannya ini. Mulai kucari dimana saja petunjuk akan bunga ini. Aku benar-benar berharap bisa mengetahuinya. Tapi hasilnya nihil. Tak ada petunjuk apapun, secarik kertas untuk inisialpun tak ada. Aku menyerah. Mulai kutanya semua teman-teman sekelasku, tapi sama, nihil, mereka pun tak tahu. Ya sudahlah nanti juga pasti berakhir, pikirku.

        Jika seminggu yang lalu hari-hariku dipenuhi bunga, dalam dua minggu terakhir ini tak ada lagi bunga. Aku merasa ada yang kurang. Aku rindu perlakuan itu, tapi juga bersyukur. Semua kumpulan mawar di kamarku kini layu dan kelopaknya mulai berjatuhan. Kupandangi mereka. Masih mempesonaku. Aku bertanya-tanya, mengapa berhenti? Apa yang terjadi pangeran? Mungkin si pemberi bunga mawar ini benar-benar seorang pangeran dari imajiku hingga Ia tak akan benar ada dalam kehidupan nyata.

        Suatu sore aku duduk di taman sekolah. Lagu Afgan - Terima Kasih Cinta bergema di telingaku lewat headset yang kupasang rapat-rapat. Sore itu aku datang untuk mengambil beberapa objek foto di taman sekolah. Aku mengambil satu gambar pohon palem di dekat kolam ikan. Aku kaget ketika melihat bunga mawar yang tumbuh subur di dekat rumah pohon. Baru kali itu aku kesana dan baru mengetahui ada berbagai warna bunga mawar disana. Aku mengambil gambarnya. Dan segera pulang ketika gerimis mulai turun.

        Sesampainya dirumah aku memindahkan foto tadi ke laptopku. Dan melihatnya satu persatu. Foto terakhir adalah foto kumpulan bunga mawar yang tumbuh subur berlatar rumah pohon. Ku zoom foto itu dan melihat keindahan mereka dari dekat. Tunggu, aku serasa mengenal mereka. Kubalikkan badanku ke arah meja dan kudapati mawar-mawar yang sudah layu. Ah iya, itu mereka. Aku baru menyadarinya, ternyata bunga yang selama ini itu diambil di taman sekolah. Berarti... yang memberikannya juga adalah murid di sekolahku. Aku mendapatkan sedikit petunjuk.

        Esoknya, aku datang lebih cepat lagi di sekolah. Kini adalah untuk menjalankan misiku untuk menemukan siapa pangeran itu sebenarnya.Aku bersembunyi di rumah pohon, dan terus mengamati jika sewaktu-waktu ada seseorang yang datang untuk memetik mawar. Sudah hampir bel masuk, tetapi tak ada seorang pun yang datang ke sana. Aku bilang ini belum selesai dan akan melanjutkan besok. Hal ini kulakukan selama seminggu, tapi sama, pangeran itu tak ada. Aku berjalan mendekati tumbuhan mawar yang subur, dan aku mulai berfikir, jika tak pernah ada bunga lagi di bangku ku, berarti tak akan ada yang datang memetik mawar ini untukku.

        Suatu sore, aku pergi ke taman untuk memetik mawar. Aku benar-benar merindukannya, seperti merindukan untuk bertemu seorang pujaan hati. Meskipun kini memang sudah tiada yang membuat senyumku sumringah tiap pagi, membuatku susah tidur karena takut memimpinya, dan membuatku senang tersenyum sendiri. Aku memetik satu diantara beberapa mawar disana. Merah, dia pilihanku. Kucium baunya dan tersenyum mengingat pertama kali kutemukannya di atas bangku ku. Saat itu, aku merasa diawasi, ada yang memperhatikanku sejak tadi. Aku memcoba mencari seseorang atau sesuatu, tapi tak kutemukan jua. Jantungku mulai berdebar ketakutan, dalam sekejap keringatku meluncur membasahi hampir setengah tubuhku, aku paranoid. Tak ingin sesuatu terjadi, aku bergegas pulang ke rumah.

        Sesampainya di rumah bunga itu kuletakkan pada vas di atas meja kamarku bersama mawar-mawar yang sudah layu. Aku takkan membuang semua mawar ini.

        Besoknya, aku pergi ke taman lagi, dan... ada seseorang disana. Aku seperti mengenalnya, aku memantaunya lewat balik pohon. Dia memetik sebuah mawar merah dengan membelakangi pihakku. Aku terus melihatnya seperti tak berkedip. Detik kemudian, Ia berbalik. Kudapati sesosok makhluk berwujud manusia yang memang kukenal dan kuimpikan. Kakak kelasku yang sangat populer.

        Reno.

1 komentar:

© 2013 Faisyah Febyola : )

Powered by Blogger